ajining diri soko lathi aksara jawa

WilujengRawuh wonten Blog Jiwa Jawi dening Oki Bagus S lan Ernis Rositarini Dadiguru mono pancene ora gampang, semono uga dadi guru basa Jawa. Guru kang menehi piwulangan pancen kudu nduweni ngilmu bab basa lan budaya Jawa. Ngilmu bab nembang macapat, nulis aksara Jawa lan bab kang ana gandheng cenenge karo basal an budaya Jawa kang bisa diendhelake nalika menehi piwulang marang siswane. Falsafahajining diri soko lathi berarti harga diri (bisa sifat, kelakuan) seseorang bisa dilihat dari bagaimana orang tersebut berbicara. Seringkali orang mendapat malapetaka karena tidak bisa menjaga bicaranya, misal bicara “ngawur” dan “sembrono”. Tetapi tak jarang juga kita mendapati keselamatan atau kemudahan karena menjaga lidah. 4 Aksara Jawa Kuna tataran pungkasan, digunakake taun 925 1250 Masehi, tinemu ing Prasasti Airlangga. 5. Aksara Majapahit, digunakake ing taun 1250 1450 Masehi. Tinemu ing Prasasti Singosari lan Malang sarta ing lontar Kunjarakarna. 6. Aksara Jawa Anyar, digunakake taun 1500 Masehi nganti saiki. Tinemu ing Kitab Bonang lan buku-buku sabubare iku. Apersons self-esteem is on the tongue his words are taken from the old Javanese proverb Ajining soko lathi. Dalam pepatah jawa ada ungkapan Ajining diri dumunung ana ing lathi ajining raga ana ing busana. Lihat kata motivasi diri jawa ada 14 gambar tentang kata motivasi diri jawa dan bisa dijadikan foto profil whatsapp. Kumpulan350+ Kata Kata Bahasa Jawa Lucu, Cinta, Bijak, Galau [Halus dan Kasar]. Daftar kata kata mutiara bahasa jawa tentang humor (gokil & kocak), percintaan (sindiran, romantisme, kangen, kekecewaan), motivasi & nasehat kehidupan lengkap beserta gambar & terjemahannya. “Ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono.” 10 Ajining diri soko lati, ajining sarira saka busono. 9. Opo sing kok pangan lan kebutuhane keluarga, luwih becik anggone adus kringetmu dewe, iku sing gawe slamete uripmu lan keluargamu. 10. Urip sing prosojo, aja padha mujo marang banda lan ndonya, yen wis turah-turah banda Iuwih becik kanggo sedekah karananing Allah. Tundhane para siswa diajak ngonceki ajining kabudayan Jawa kang nyengkuyung mawujude piwulang budi pakarti utawa Jer basuki mawa beya 5) Kabisan ngasorake diri sak tengahe bebrayan, ora ngegungake kaluwihane dhewe ana sakehe 4.5.1 Menulis kalimat menggunakan Aksara Jawa sesuai kaidah. 4.5.2 Menulis paragraf menggunakan Aksara Jawa Ajiningdiri soko lathi, ajining rogo soko busono maksudya adalah harga diri orang Jawa dari perkataannya sehingga orang Jawa sangat hati-hati dalam perkataannya. Orang Jawa memiliki filosofi tiga nga yakni ngalah, ngalih, ngamuk (Soedjipto Abimanyu. 2013: 27). Masyarakat Jawa memiliki estetika dalam bertutur kata dan sikap, pribadi orang Jawa 11Filosofi Hidup Orang Jawa yang Bisa Bikin Kamu Lebih Bahagia. Setiap orang bisa menerapkannya! Dok. Legacy Pictures. Setiap manusia, pasti punya falsafah masing-masing. Falsafah atau filosofi dipegang teguh dalam perjalanan hidup. Indonesia punya banyak sekali falsafah baik dan unik. Salah satunya adalah falsafah atau filosofi hidup orang Jawa. . Kalau dulu saya sudah pernah bahas tentang falsafah jawa yang berkata Bibit, Bebet dan Bobot, kali ini saya akan bahasa falsafah jawa yang juga mungkin sering kita dengar Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana, Agama Agemaning diri saka lathi, mengandung makna bahwa seseorang dapat dihargai itu berdasarkan ucapannya atau lidahnya. Contohnya adalah orang akan lebih dihargai di masyarakat ketika tidak bersikap sombong, atau dia dapat bertata krama dengan baik. Kalau Anda adalah orang yang berilmu, ya jangan sombong, sebaliknya cobalah menyebarkan ilmu Anda itu dengan bahasa yang santun dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Bisa juga diartikan bahwa dalam setiap kehidupan kita harus selalu menjaga setiap ucapan agar senantiasa berucap benar dan tidak berkata dusta. Dengan kata lain hal ini sama dengan INTEGRITAS, yaitu kesesuaian antara ucapan dan raga saka busana, mengandung makna bahwa berharganya seseorang itu dinilai dari penampilan atau busana yang ia pakai. Jangan karena alasan ingin bersikap sederhana meski kaya dan pintar, lalu Anda mengenakan baju lucek, bahkan pakai kaos oblong di acara-acara resmi. Berpenampilanlah sesuai tempatnya. Kalau di rumah, Anda bolehlah mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Tetapi kalau di acara resmi, misal rapat, kurang tepat jika mengenakan pakaian seperti itu. Juga selain baju, tubuh Anda harus diperhatikan. Muka kalau perlu di facial biar kinclong dan tambah cakep. Rambut yang ubanan juga di styling dan coloring biar kelihatan wibawanya. Kalau gemuk, ya diet biar kurus dan makin sehat, sehingga kelihatan sporty. Pakai deodorant dan parfum agar tidak agemaning diri, mengandung arti bahwa agama itu merupakan pakaian untuk diri kita. Maksud pakaian di sini adalah dimanapun kita, tingkah laku kita harus sesuai dengan aturan dan norma-norma agama yang kita anut. Kalau kita mengikuti aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh agama, pasti hidup kita bakalan penjelasan falsafah jawa paribasan jawa ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana, agama agemaning diri. Semoga setelah membaca artikel ini, kehidupan Anda diubahkan 🙂 1517 Total Views 1 Views Today Navigasi pos Bagi masyarakat jawa banyak sekali kebiasaan yang diajarkan oleh nenek moyang. Kebiasaan tersebut berkembang menjadi tradisi. Tradisi berkembang menjadi identitas dan kebudayaan. Tradisi tersebut diperlakukan secara turun – temurun dari generasi ke generasi. Ada yang masih bertahan hingga kini. Banyak pula yang sudah hilang digilas perkembangan jaman. Sebagai salah satu generasi penerus yang terlahir di lingkungan keluarga Jawa. Kami pun di didik dan diberikan pengetahuan budaya leluhur kami sedari kecil oleh orangtua. Dengan tujuan agar kami,”nguri-nguri”, atau ikut melestarikan budaya asal muasal kami. Diantara banyak sekali ajaran yang dicontohkan oleh orangtua, salah satunya adalah yang berkenaan dengan membangun kepribadian. Ya budaya jawa memang merambah segala aspek. Yang paling fundamental dan sarat makna diawali bagaimana mengenali diri kita sendiri. Salah satu ajaran tentang kepribadian mungkin tidak asing lagi dan masih dikenal hingga sekarang. Ajaran tersebut terkandung pada pepatah jawa,”Ajining dhiri saka lathi, Ajining raga saka busana.” Yang artinya harga diri manusia terletak pada mulutnya atau kata-katanya. Harga diri manusia juga tercermin dari penampilan atau pakaian yang dikenakannya. Ada banyak salah paham menangkap arti dari pepatah ini. Yang terkesan seolah mengajarkan kita untuk bersikap sombong dan hanya mengutamakan penampilan fisik. Tentu saja pengertiannya tidak sesempit itu. Bila ditelaah lebih jauh pepatah tersebut mengajarkan kejujuran. Tidak semua orang mampu berkata atau berbuat jujur. Tidak semua orang memiliki hati nurani yang murni untuk berjalan pada arah kebenaran. Hanya mereka yang memiliki kualitas diri yang luar biasa, takut pada Tuhan yang mampu melakukannya. Selain daripada kejujuran. Sebagai manusia yang dianugerahi banyak kelebihan. Juga kesempurnaan dibanding ciptaan Tuhan yang lain. Kita diharapkan mampu menjaga dan menghargai apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita. Cara menjaganya adalah dengan merawat sebaik mungkin apa yang melekat pada diri kita dengan hal-hal yang positif dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik hari demi hari. Jadi pengertiannya tidak terbatas bahwa kita harus mementingkan penampilan fisik atau luarnya saja. Pakaian dan aksesorisnya memang dianjurkan, untuk memberi nilai tambah yang baik. Namun bukan terletak pada kemewahannya. Tetapi utamanya pada bagaimana kita mampu menjaga kebersihan, kerapian dan keserasian diri kita. Intinya, kepribadian diri yang harus dijaga dan terus diperbaiki adalah yang berasal dari dalam. Yang meliputi pikiran, hati, dan potensi yang kita miliki. Lalu selanjutnya memperbaiki penampilan fisik semampu kita. Karena harga diri yang sebenarnya tercermin dari kualitas pikiran, kata-kata dan perbuatan. Sejauh mana kita memberi dampak positif juga manfaat yang positif untuk lingkungan sekitar kita. 30DWC Batch32 Day17 2orosquad Post navigation Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ajining diri Gumantung ana ing Lathi..Sebuah ungkapan jawa yang mungkin pernah kita dengar, namun maknanya kita kurang begitu faham. Ajining diri ana ing lathi maksudnya bahwa kepribadian diri terdapat pada lidahnya atau lisannya. Mbah - mbah kita dahulu sudah memberikan pesan atau nasehat baik yang sampai saat ini masih menjadi landasan dalam bersikap dan beragama. Lisan kita sangat penting untuk dijaga, lisan juga merupakan manifestasi kepribadian diri. Jangan sampai lisan ini tidak terjaga dan mudah mengumbar ucapan yang seringkali menyakiti hati orang lain. " Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik, atau lebih baik diam ". Hadits yang masyhur dan penting untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari - hari. Apalagi zaman sekarang, orang mudah sekali berargumen di media. Mesti harus bisa menjaga dan menahan lidah untuk berucap. Menahan diri untuk tidak mudah mengumbar lisanMedia sosial menjadi aktifitas utama seseorang dalam berkomunikasi dengan orang, baik itu saudara, rekan kerja, teman dan sebagainya. Lisan kita terwakili oleh ketikan jari tangan dalam memberikan komentar atau argumen. Seringkali perselisihan dan kesalahpahaman muncul dalam berkomunikasi di media sosial. Hal itu salah satu penyebabnya adalah tidak bisa menahan diri untuk lah dialog penting, diskusi dan berselisih paham, namun ketika hal tersebut dikhawatirkan akan timbul gejolak dan terjadi debat kusir, maka solusinya adalah menghentikan dialog dan menahan diri untuk tidak mudah berkomentar panjang yang akan menambah perselisihan panjang. Media whatsapp, salah satunya menjadi pilihan komunikasi para komunitas dari alumni sekolah, rekan kerja sampai komunitas tertentu yang didalamnya anggota dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Di situ perlu kedewasaan berpikir dan berkomentar, bagaimana kita menahan jari kita untuk tidak melempar postingan yang mengarah kepada sebelum Sharing 1 2 Lihat Bahasa Selengkapnya BANTUL – Islam mengajarkan umat muslim untuk senantiasa menjaga lisan. Alquran dalam Surat Al Baqarah ayat 263 menyatakan, “Perkataan yang baik dan pemberian maaf adalah lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan perasaan si penerima.” Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi Muhammad berpesan “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berbicara yang baik atau kalau tidak bisa hendaknya dia diam.” “Kalau dalam ungkapan Jawa itu, kita ini bisa menjadi orang yang dihormati dari tutur kata kita. Ajining rogo ing busono, ajining diri ing lathi,” tutur Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Sabtu 5/6. Falsafah Jawa “Ajining Diri Soko Lathi Ajining Rogo Soko Busono” yang dikutip Mu’ti dalam forum Silaturahim Syawalan Keluarga Besar Muhammadiyah Kabupaten Bantul itu adalah pesan bahwa setiap manusia wajib menjaga tutur katanya kepada manusia lain. “Kita dihargai secara fisik dari busana kita, tapi kepribadian kita, diri kita dihargai itu dari kemampuan ktia bertutur kata. Dan itulah kunci bagaimana kita bisa bersilaturahim,” terang Mu’ti. Pesan-pesan Alquran, hadis Nabi dan hikmah kebudayaan setempat itu menurut Mu’ti patut dipegang oleh warga Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari. Utamanya, untuk menjaga persaudaraan agar tidak renggang karena kesalahan dalam bertutur kata. “Bagaimana agar kita bisa terus saling bersilaturahim hendaknya kita bertutur kata yang mulia. Jangan menyakiti orang lain, jangan ngatoni meledek orang lain,” pesannya sambil mengutip sebuah mahfuzat atau pepatah Arab. “Salamatul insan fi hifzil lisan. Keselamatan seseorang itu tegantung dari bagaimana dia menjaga lisannya,” tutup Mu’ti. Hits 3481 Salah satu falsafah Jawa yang masih dijadikan patokan masyarakat Jawa yaitu “Ajining Diri Soko Lathi Ajining Rogo Soko Busono”. Tentunya pernah mendengar ungkapan falsafah ini kan? Terutama sahabat rahmania yang orang Jawa pasti tidak asing di telinga dengan kalimat ini. Dalam bahasa Indonesia falsafah ini mempunyai arti bahwasanya harga diri seseorang tergantung pada lidahnya dan harga diri badan dari pakaian. Falsafah ajining diri soko lathi berarti harga diri bisa sifat, kelakuan seseorang bisa dilihat dari bagaimana orang tersebut berbicara. Seringkali orang mendapat malapetaka karena tidak bisa menjaga bicaranya, misal bicara “ngawur” dan “sembrono”. Tetapi tak jarang juga kita mendapati keselamatan atau kemudahan karena menjaga lidah. Contohnya saja begini, ketika ada orang yang sering berbicara kasar, tidak sopan, maka orang lain dengan sendirinya akan menganggap diri anda cenderung negatif. Sebaliknya jika lidah anda dijaga dengan berbicara yang sopan, tentu orang lain akan melihat anda sebagai orang yang mempunyai citra positif. Unggah-Ungguh Bermedia Sosial Ketika dalam kehidupan bermasyarakat, lidah akan sangat mempunyai pengaruh. Ada cekcok antar tetangga, gosip sana sini, mengumpat, fitnah, bahkan bisa sampai senggol bacok. Antar teman saja bisa saling berantem lho, padahal hanya berawal dari guyonan saja. Banyak banget hal seperti itu terjadi. Akhirnya ada yang merasa sakit hati dan tersinggung. Apalagi di zaman serba canggih ini, ketajaman lidah tidak hanya kita temukan lagi cekcok orang berhadapan langsung, tetapi dalam media sosial. Saling sindir dan fitnah sekarang ini dikemas lebih modern, bahkan bisa dengan mudahnya seluruh manusia tahu dan menyaksikannya. Sampai-sampai diilustrasikan melalui beberapa film pendek yang menggambarkan keadaan di atas, contohnya film pendek yang akhir-akhir ini sedang viral yaitu film “Tilik”. Tentunya dalam bermedia sosialpun juga harus memperhatikan unggah-ungguh ya sahabat rahmania. Bermedia sosial dengan bijak menjadikan falsafah ajining diri soko lathi dalam masyarakat Jawa sangat menjadi tolak ukur dalam menilai harga diri seseorang. Sopan santun, unggah-ungguh adalah suatu hal yang harus diterapkan baik kaum muda maupun tua. Maka berpikirlah sebelum berucap. Kita pernah merasakan luka karena tajamnya mata pisau, selang beberapa hari luka akan menutup dan sembuh. Tapi luka karena tajamnya lidah, maka akan membekas pada perasaan orang tersebut, dan sembuhnya tidaklah sebentar. Penampilanmu Cerminan Harga Dirimu Ajining rogo soko busono, bahwasanya penampilan kita juga mencerminkan harga diri kita. Coba perhatikan sekitar kita, tentunya pernah tidak melihat seseorang yang memakai baju kumal alias tidak disetrika? Pasti gumam dalam hati adalah idih ngurus pakaiannya sendiri aja malas, gak tertib banget sih. Pokoknya gak enak banget dipandang. Sejatinya pakaian yang menempel di tubuh kita mewakili harga diri kita, meskipun tidak sepenuhnya. Jika memakai pakaian dengan rapi, tertib, wangi tentu akan menciptakan kesan yang postif. Begitupun sebaliknya. Karena orang lain atau orang yang baru saling mengenal pasti akan menggambarkan kepribadian seseorang sesuai dengan apa yang melekat padanya. Sebenarnya untuk terlihat cantik dan menawan, utamanya kita menjaga dua hal tersebut sangat cukup yaitu tutur kata yang baik dan sopan, serta berpenampilan yang rapih dan tertib. Sederhana saja, tidak perlu sepatu, baju, dan tas dengan harga yang melambung tinggi jika ujung-ujungnya ketika berbicara hanya akan menyakiti orang lain. Tetap saja orang lain tidak akan suka. Benar tidak? Tentunya kita lebih nyaman bersanding dengan orang yang dapat menjaga perkataanya. Jika kita bisa menjaga dua poin penting di atas maka tidak perlu meminta untuk dihargai orang lain, mereka dengan sendirinya akan menghargai kita. Dalam dunia falsafah ini, orang dihargai karena pakaiannya sangat mungkin benar walaupun belum tentu benar juga. Seseorang yang berpakaian rapi dan jas berdasi akan disangka orang terhormat, walau kadang bisa saja seorang penipu atau koruptor. Penampilan memang menunjukan kepribadian tapi tidak selamannya sesuai dengan kepribadiannya yang sebenarnya juga. Tidak perlu berlebihan aja dalam menilai seseorang, karena penilaian kita juga belum tentu tepat dan jangan sampai ujungnya akan berakhir menjadi ajang pergunjingan. Kuncinya Adalah Iman Islam sebagai agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam menggambarkan sempurnanya iman bisa di lihat berdasarkan ketaqwaannya. Allah menilai seseorang dari ketaqwanya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman inna aqromakum indallahi atqokum. Sesungguhnya yang lebih mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. Bukan hanya dari falsafah Jawa ini saja, Islam pun juga menganjurkan untuk seluruh umatnya senantiasa menjaga perkataanya dan berpakaian yang indah. Jika tidak bisa berkata baik, Islam menganjurkan lebih baik diam saja daripada ujung-ujungnya bikin sakit hati orang lain. Selain itu Islam juga menganjurkan untuk hidup rukun dan saling menghormati tidak saling berperang, meggunjing, dan juga saling memfitnah. Allah itu indah dan menyukai keindahan, maka dengan itu Islam menganjurkan untuk memperindah diri kita supaya Allah semakin mencintai hambanya. Indah tidak hanya pada penampilan, tetapi dimulai dari sucinya pikiran, murninya perkataan, tulusnya hati serta baiknya perbuatan. Pada akhirnya akan menyatu dalam bingkai indahnya iman. Editor Laeli Lahir di Kulon Progo pada 27 November 1998, motto hidupnya adalah Inna ma’al usri yusro wa inna ma’al usri yusro. Becik Ketitik Ala Ketara, Petuah tersebut artinya; “baik terbukti, buruk kelihatan sendiri.”Arti atau makna petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" adalah anjuran kepada siapa pun untuk tidak takut berbuat atau mengatakan kebaikan. Setiap kebaikan yang kita lakukan, sekecil dan sesederhana apa pun kebaikan itu, suatu hari nanti pasti akan terlihat manfaatnya. Dan, para pelakunya pasti akan selalu dihargai sekecil apa pun keburukan yang kita lakukan, suatu saat nanti akan terlihat juga akibatnya. Petuah ini sejalan dengan kata pepatah, “sepandai-pandainya menyimpan bangkai, baunya pasti akan tercium juga”.Pengertian lain dari petuah Jawa tersebut yaitu, semua perbuatan, entah perbuatan baik maupun buruk, akan senantiasa memperoleh balasan yang setimpal. Oleh karena itu, melalui petuah ini, kita diingatkan agar tidak menyesali kebaikan yang sudah kita lakukan kepada orang lain. Awalnya, mungkin tidak terlihat manfaatnya. Namun, suatu ketika kebaikan itu akan terasa pengaruhnya, bisa kita sendiri atau anak cucu yang merasakan nantinya. Selain itu, jangan merasa aman dengan keburukan atau kejahatan yang kita lakukan. Sekecil apa pun kejahatan yang kita lakukan pada orang lain, suatu saat pasti akan menanggung ini kalimat petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" yen ditulis nganggo aksara Jawa;꧋ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ ꦏꦼꦠꦶꦠꦶꦏ꧀꧈ ꦲꦭ ꦏꦼꦠꦫ꧋Jika kalimat petuah "Becik Ketitik Ala Ketara" dijabarkan penulisannya dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut;ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ ==> becikꦏꦼꦠꦶꦠꦶꦏ꧀ ==> ketitikꦲꦭ ==> alaꦏꦼꦠꦫ ==> ketaraBaca jugaDemikian rangkuman "Becik Ketitik Ala Ketara, Aksara Jawa dan artinya dalam Bahasa Jawa" yang dapat kami sampaikan. Baca juga makna dan arti kata bijak Jawa menarik lainnya hanya di situs Setiap daerah di Indonesia memiliki kearifan bahasa sendiri-sendiri, salah satunya bahasa Jawa. Hal ini dapat dilihat dari petuah-petuah, pitutur, maupun kata bijak bahasa Jawa yang diciptakan oleh para leluhur, kemudian dipelihara secara turun temurun, sehingga menjadi identitas budaya bagi masyarakat pitutur, maupun kata bijak dalam bahasa Jawa tersebut menyiratkan banyak makna, salah satunya adalah kata bijak bahasa Jawa yang mengajarkan sikap sabar yang harus dimiliki oleh masyarakat Jawa. Berikut ini rangkuman tentang kata-kata bijak bahasa jawa tentang sabar dan "Kawula Mung Saderma, Mobah-Mosik Kersaning Hyang Sukmo", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦏꦮꦸꦭꦩꦸꦁꦱꦢꦼꦂꦩ꧈ ꦩꦺꦴꦧꦃ​ꦩꦺꦴꦱꦶꦏ꧀ ꦏꦼꦂꦱꦤꦶꦁ ꦲꦾꦁ ꦱꦸꦏ꧀ꦩ꧋Jika kalimat petuah tersebut jika dijabarkan dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut; ꦏꦮꦸꦭ ==> kawulaꦩꦸꦁꦱꦢꦼꦂꦩ ==> mung sadermaꦩꦺꦴꦧꦃ​ꦩꦺꦴꦱꦶꦏ꧀ ==> mobah-mosikꦏꦼꦂꦱꦤꦶꦁ ==> kersaningꦲꦾꦁꦱꦸꦏ꧀ꦩ ==> hyang sukmaKata bijak Bahasa Jawa "Kawula Mung Saderma, Mobah-Mosik Kersaning Hyang Sukmo", artinya; “lakukan yang kita bisa, setelahnya serahkan kepada Tuhan”.Petuah ini mengajarkan pada kita dua hal penting. Pertama, bekerjalah dengan sungguh-sungguh sesuai kemampuanmu. Dalam petuah ini juga tersirat pesa bahwa manusia tidak boleh membiarkan rasa malas menguasai diri. Kedua, serahkan hasil akhir dari setiap usaha yang dilakukan kepada Tuhan. Kewajiban kita hanyalah berusaha sementara hasil akhirnya tetaplah Tuhan yang menentukan, Dengan demikian, petuah ini menyiratkan pesan tentang pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup. Bekerja dan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Kuasa termasuk salah satu "Ambeg Utomo, Andhap Asor", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦲꦩ꧀ꦧꦼꦒ꧀ ꦲꦸꦠꦩ꧈ ꦲꦤ꧀ꦝꦥ꧀ ꦲꦱꦺꦴꦂ꧋Berikut tulisan aksara jawa 'ambeg utomo andhap asor' jika dijabarkan kata per kata;ꦲꦩ꧀ꦧꦼꦒ꧀ ==> ambegꦲꦸꦠꦩ ==> utamaꦲꦤ꧀ꦝꦥ꧀ ==> andhapꦲꦱꦺꦴꦂ ==> asorKata bijak Bahasa Jawa "Ambeg utomo, andhap asor" , artinya; “selalu menjadi yang utama, tapi selalu rendah hati”.Tidak mudah mewujudkan pesan tersurat dalam petuah ini. Di satu sisi, kita dituntut untuk memperoleh keutamaan dalam hidup, tetapi di sisi lain justru dianjurkan untuk tetap rendah hati. Ketika seseorang sudah memperoleh kemuliaan, pangkat, dan derajat tinggi, godaan terbesarnya justru menjaga sikapnya agar tetap rendah hati kepada orang lain, tidak menunjukkan kelebihannya, santun, dan penyayang. Ia kaya, tetapi tetap menjadi sahabat terbaik bagi kawannya yang miskin. Ia pandai, tetapi tetap menjadi rekan menyenangkan bagi yang kurang pandai. Ia berpangkat, tetapi tetap ramah pada yang papa. Inilah manusia "Aja Nyedak Wong Ladak, Aja Nyanding Wong Muring-Muring", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦲꦗꦚꦼꦢꦏ꧀ ꦮꦺꦴꦁ ꦭꦢꦏ꧀꧈ ꦲꦗ ꦚꦤ꧀ꦢꦶꦁ ꦮꦺꦴꦁ ꦩꦸꦫꦶꦁꦩꦸꦫꦶꦁ꧋Jika kalimat petuah tersebut jika dijabarkan dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut; ꦲꦗꦚꦼꦢꦏ꧀ ==> aja nyedakꦮꦺꦴꦁꦭꦢꦏ꧀ ==> wong ladakꦲꦗꦚꦤ꧀ꦢꦶꦁ ==> aja nyandingꦮꦺꦴꦁꦩꦸꦫꦶꦁꦩꦸꦫꦶꦁ ==> wong muring-muringKata bijak Bahasa Jawa"Aja Nyedak Wong Ladak, Aja Nyanding Wong Muring-Muring", artinya; “jangan mendekati orang yang congkak, jangan mendampingi orang yang marah-marah”.Sudah seharusnya kita jangan akrab dengan orang-orang yang sombong. Sebab, lambat laun kita juga akan tertular perangai kesombongannya. Begitu pula jangan bergaul dengan orang pemarah karena kita dapat mengikuti kebiasaan marahnya. Hal terbaik dalam menghadapi orang-orang yang congkak adalah mengingatkan mereka sambil menunjukkan sikap rendah hati. Sementara, cara terbaik menghadapi para pemarah adalah tidak "Ana Gunem Mingkem, Ana Catur Mungkur, Ana Padu Mlebu", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦲꦤꦒꦸꦤꦼꦩ꧀ ꦩꦶꦁꦏꦼꦩ꧀꧈ ꦲꦤꦕꦠꦸꦂ ꦩꦸꦁꦏꦸꦂ꧈ ꦲꦤꦥꦢꦸ ꦩ꧀ꦭꦼꦧꦸ ꧋ Jika kalimat petuah tersebut jika dijabarkan dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut; ꦲꦤ ꦒꦸꦤꦼꦩ꧀ ==> ana gunemꦩꦶꦁꦏꦼꦩ꧀ ==> mingkemꦲꦤꦕꦠꦸꦂ ==> ana caturꦩꦸꦁꦏꦸꦂ ==> mungkurꦲꦤ ꦥꦢꦸ ==> ana paduꦩ꧀ꦭꦼꦧꦸ ==> mlebuKata bijak Bahasa Jawa "Ana gunem mingkem, ana catur mungkur, ana padu mlebu", artinya; “ada percekcokan tutup mulut, ada pembicaraan menjelekkan orang lain tidak usah dengar, ada perselisihan menyingkirlah”.Petuah ini menekankan tentang strategi menghindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang disebabkan oleh kesalahan yang dibuat orang-orang di sekitar kita. Bila ada orang cekcok, sebaiknya jangan ikut-ikutan, sehingga dapat memperkeruh suasana. Jika memungkinkan, lebih baik melerai, tidak perlu ikut mencari kesalahan di antara mereka. Begitu juga apabila ada orang yang sedang membicarakan kejelekan orang lain, sebaiknya biarkan saja. Tidak usah didengarkan apalagi sampai ikut ambil bagian di dalamnya. Dan, seandainya Anda menemukan ada orang yang berselisih, sementara Anda tidak kuasa menengahinya, langkah terbaik adalah menyingkir. Tutup mulut, tutup telinga, dan menyingkir terkadang bisa menjadi strategi yang tepat bagi kita untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak "Dora Lara, Goroh Kerogoh", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦢꦺꦴꦫ ꦭꦫ꧈ ꦒꦺꦴꦫꦺꦴꦃ ꦏꦼꦫꦺꦴꦒꦺꦴꦃ꧋ Jika kalimat petuah tersebut jika dijabarkan dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut; ꦢꦺꦴꦫ ==> doraꦭꦫ ==> laraꦒꦺꦴꦫꦺꦴꦃ ==> gorohꦏꦼꦫꦺꦴꦒꦺꦴꦃ ==> kerogohKata bijak Bahasa Jawa "Dora lara, goroh kerogoh", artinya; “berdusta menderita, menipu tertipu”.Orang Jawa mengenal tentang berlakunya hukum karma. Peribahasa atau petuah tersebut mencerminkan hal itu. Siapa yang suka berdusta kepada orang lain, maka akan menderita. Penderitaan yang paling terasa akibat perbuatan dusta, yaitu tidak dipercaya oleh orang lain, sehingga kita akan kehilangan mitra. Sebaliknya, seseorang yang suka menipu pasti akan tertipu. Oleh karena itu, sejatinya tidak ada perbuatan jahat yang tidak akan melahirkan akibat sebagai balasan bagi pelakunya. Siapa yang bermain lumpur, maka akan "Gusti Paring Dalan Kanggo Uwong sing Gelem Ndalan", jika ditulis dalam aksara jawa yaitu;꧋ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦥꦫꦶꦁ ꦢꦭꦤ꧀ ꦏꦁꦒꦺꦴ ꦲꦸꦮꦺꦴꦁ ꦱꦶꦁꦒꦼꦊꦩ꧀ ꦤ꧀ꦢꦭꦤ꧀꧋Jika kalimat petuah tersebut jika dijabarkan dalam aksara jawa antara lain sebagai berikut; ꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦥꦫꦶꦁ ==> gusti paringꦢꦭꦤ꧀ ==> dalanꦏꦁꦒꦺꦴ ==> kanggoꦲꦸꦮꦺꦴꦁ ==> uwongꦱꦶꦁꦒꦼꦊꦩ꧀ ==> sing gelemꦤ꧀ꦢꦭꦤ꧀ ==> ndalanKata bijak Bahasa Jawa "Gusti Paring Dalan Kanggo Uwong sing Gelem Ndalan", artinya; “Tuhan memberi jalan untuk manusia yang mau mengikuti jalan kebenaran”.Masyarakat Jawa meyakini bahwa seseorang akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan sebagaimana yang diharapkan apabila ia berada di jalan kebenaran. Satu-satunya jalan kebenaran itu adalah yang telah digariskan Tuhan. Seseorang yang memiliki keinginan untuk mengikuti jalan kebenaran akan diberi kemudahan dan bimbingan-Nya."7. "Ing Endi Dununge Pemarem lan Katentreman, Saking Angele Mapanake Rasa, Nganti Meh Ora Ana Wong kang Bisa Rumangsa Marem Ian Tentrem Uripe, Mula Kita Kudu Tlaten Ngalah Budi, Dhahana Rasa Meri Ian Drengki, Amrih Gorehing Pikir Bisa Tansah Sumingkir"Kata bijak Bahasa Jawa tersebut artinya “Di mana tempat rasa puas dan ketenteraman? Sangat sulit menempatkan rasa, sampai tidak ada orang yang bisa merasakan puas dan tenteram dalam hidupnya. Maka dari itu, kita harus selalu bersabar. Jangan pernah ada rasa iri dan dengki, supaya pikiran jelek bisa selalu tersingkirkan”.Sulit untuk menentukan batasan rasa puas pada setiap manusia. Umumnya, setiap orang selalu merasa kurang. Faktanya, ketika seseorang sudah memperoleh sesuatu yang diidamkan dan diyakini dapat memberinya rasa puas, tidak lama sesudah itu muncul keinginan lain. Memang begitulah faktanya. Oleh karena itu, dalam petuah ini, disebutkan bahwa beberapa cara yang dapat dilakukan seseorang agar benar benar menemukan rasa puas dalam dirinya, yaitu bersyukur, bersabar, serta tidak memiliki perasaan iri dan dengki hati, sehingga pikiran menjadi tenang, terbebas dari dugaan negatif yang dapat "Dening Dayaning Hawa Nafsu Iku Pancen Sakala Iku Bisa Aweh Rasa Pemarem, Nanging Sawise Iku Bakal Aweh Rasa Getun lan Panutuh marang Dhiri Pribadhi, kang Satemah Tansah Bisa Ngrubeda marang Katentremaning Pikir lan Ati, Guneman Sethithik Nanging Memikir Akeh Iku kang Tumrape Manungsa Bisa Aweh Katentreman lan Rasa Marem kang Gedhe Dhewe"Kata bijak Bahasa Jawa tersebut artinya “Ucapan kurang baik yang terucap hanya karena hawa nafsu itu memang seketika bisa membuat rasa puas. Namun, setelah itu menyesal dan menyalahkan diri sendiri, selalu terganggu ketenteraman pikiran dan hati. Berbicara sedikit, tetapi berpikir luas itu sebagaimana manusia bisa memberi ketenteraman dan rasa sangat puas yang besar.”Renungkan dan pikirkanlah sebelum kita mengatakan sesuatu. Inilah pesan inti yang terkandung dalam petuah Jawa tersebut. Setiap ucapan yang kita katakan hanya berdasarkan dorongan nafsu, bukannya keinginan untuk membahagiakan orang lain dan memberikan wawasan baru, melainkan menyakiti berasaan orang lain. Efek negatifnya hanya akan kembali dan mengganggu pikiran kita. Itulah sebabnya, jangan sembarang bicara karena ucapan yang kurang baik dapat menjadikan hidup kita "Kang Kalebu Musthikang Rat Puniku, Sujanma kang Bisa, Ngarah-arah Wahyaning Ngling, Yektinira Aneng Ngulat Kawistara"Arti pepatah tersebut yaitu, “yang termasuk pribadi unggul adalah orang yang mampu bertutur kata benar dan terarah, sesungguhnya demikian itu tampak dari mimik wajahnya”.Biasanya, kepribadian baik seseorang terlihat dari cara bersikap dan bertindak di depan orang lain. Salah satunya adalah sikap saat berbicara. Orang yang kepribadiannya baik selalu menjaga ucapannya dari perkataan dusta. Saat berbicara, jelas arah pembicaraannya. Mereka tidak akan membicarakan hal-hal yang tidak berguna, apalagi sampai menyinggung perasaan Orang lain. Begitu pula dengan raut wajahnya. Aura orang yang memiliki hati baik pasti jauh berbeda dengan yang hatinya dipenuhi "Klabang Iku Wisane Ono ing Sirah, Kalajengking Iku Wisane Ono ing Buntut, Nanging Durjono Wisane Ono ing Sakujuring Badan"Petuah Jawa tersebut artinya, “kelabang itu racunnya ada di kepala, kalajengking bisanya ada di ujung ekor, sedangkan orang yang durjana racunnya ada di sekujur tubuhnya”.Pernahkah Anda memiliki tetangga yang jahat, buruk sikap dan perangainya? Orang-orang seperti ini selalu mendatangkan ketidaktenangan bagi tetangga lainnya. Ia dianggap ancaman yang perlu dijauhi. Segala gerak-geriknya senantiasa menimbulkan kekhawatiran, bahkan orang Jawa menggambarkan pribadi orang jahat itu seperti mengandung racun di sekujur tubuhnya, maka penggambaran itu tidaklah berlebihan. Jika takut kepada ular, kalajengking, dan kelabang, maka kita masih bisa menghindari dengan mudah. Namun ketika memiliki tetangga atau teman yang jahat, rasanya kita tidak memiliki tempat yang aman dari tindakan bejat dan jugaDemikian rangkuman "Kata Bijak Bahasa Jawa Tentang Sabar, Aksara Jawa dan artinya" yang dapat kami sampaikan. Baca juga makna dan arti kata bijak Jawa menarik lainnya hanya di situs